Jumat, 16 Juli 2010

Batu Bertulis Ku

Terukir ku dalam batu
Kuat dan perkasa kala itu
Semuanya takluk dalam telunjuk ku
Itu, kala itu...

Dikenang ku dalam hati
Penyayang dan sabar disatu sisi
Luluh hati karna kata ku
Indah sangat kala itu...

Kamis, 15 Juli 2010

Sajak Perpisahan

Harus ku akui, Kau berarti kawan
Mata ini tak mampu ku bohongi
Pentingnya arti Kau disini
Semua terasa sangat... dan sangat Kawan

Tak mampu ku berdusta, Kau bagian hidup ini
Begitu penting sangat, bahkan seakan tak penting ketika Kau tak melengkapi
Bagai piring para napi yang kosong makanan
Itu rasa, rasa yang ku rasa kawan

Dua Tiga

Dua ditambah tiga, lima
Awal dua digandengkan lima
Dua lima
Dua tiga awal mencapai dua lima

Dua tahun sebelum dua lima
Waktu berbenah
Tiga bulan lewat dua lima
Waktu persiapan

Sombong Kematian

Mengitari hari dari detik kedetik hingga menjadi tahun ke abad, semua hanya bersemayam dalam asa dibalik jendela kehampaan. Ribuan mil perjalanan dalam rahim, kini harus terulang bersaing dengan jutaan manusia yang haus akan pujian. Lelah, hidup cuma membuat semua persendian menjadi lelah dan lemah, tinggal menunggu waktu badan yang kokoh dibawah terik mentari tumbang dalam hitungan detik.

Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, "untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu". Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.

Rabu, 14 Juli 2010

Ku Ingin Bercerita Kawan

Batu membara, berdesis.... sistt
Teriak dan amukan, tak mampu lagi dipisahkan
Perjuangan, tak ku mengerti kawan, apa itu perjuangan
Hanya amarah, bukan AMARAH yang membara

Mereka yang duduk disudut hanya diam terkunci
Janji kawan, hanya itu...
Riak juga tak mampu robohkan kebodohan egonya
Eforia kehidupan jadi junjungan mata angin

Asa Dibalik Jendela

Mengitari hari dari detik kedetik hingga menjadi tahun ke abad, semua hanya bersemayam dalam asa dibalik jendela kehampaan. Ribuan mil perjalanan dalam rahim, kini harus terulang bersaing dengan jutaan manusia yang haus akan pujian. Lelah, hidup cuma membuat semua persendian menjadi lelah dan lemah, tinggal menunggu waktu badan yang kokoh dibawah terik mentari tumbang dalam hitungan detik.

Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu. Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.

Tungku Tak Berapi

Lelah...
Sangat lelah tubuh ini
Riang itu tak lagi menemani
Tergulai sudah rasa itu

Sangat letih, sungguh
Tak mampu ku ucapkan
Tetesan bening di ujung tlah merangkul keperkasaan
Hanya itu gambarannya

Merah Itu Hitam

Merah itu telah hilang
Tengelam kedalam peraduan
Hitam pun telah datang
Menusuk hingga ketulang

Secercik harap yang kau beri
Tak pernah sirnah dari selimut ketakutan
Takkan lekam dari gulangan air yang menjulang
Menghempas tulang yang tak kokoh

Satu Akar

Dulu, dikampus hijau, dibawah pohon sukun kita berbagi bersama, cerita melambung keluar dari alam khayal yang membuat kita besar, kita bersama kita berdiri, satu rumpung akar yang mengakar, tak ada kisah sedih hanya bahagia dengan ketawa khas manusia yang sering "bermimpi" tentang bulan.

Berbaris berbaring diatas lempengan bambu yang berjajar rapuh, kita jelajahi alam yang hanya hari esok yang mampu menjawabnya, tertawa besar dengan cerita "si Anu" yang walau tak pernah lucu bahkan terkadang sedih kita jamah seakan birahi pun telah memuncak.

Tanpa Makna

Tiap detik dalam hidupku hanya mengurusi orang lain
Masalah orang jadi bahan yang menarik dalam kisahku
Tak ada waktu untuk bicara masalah diri ku
Hingga akhirnya kusadar
Butuh istirahat dari semua kepenakan

Tiap hari, pepatah arab selalu ku pegang
Anjing menggongong kafila berlalu
Ke egoisan tanpak mendarah daging dalam tubuh ku
Ku bercerita tanpa makna
Ku tak sadar ku butuh cerita tersendiri

Tentang Dia

Namanya bukan Dia
Dia juga punya nama
Tapi namanya tak seindah Dia-nya

Kadang tersenyum manis
Manis.... sekali
Kadang juga menagis sedu
Sesedu hati dibalik jilbabnya

Dari Lorong Kosong

Jika ada yang bertanya, dari mana kamu berasal?
Hanya kata ini yang mampu ku ucap,
"Dari Lorong Kosong"

Yah, dari lorong kosong, hidup ini ku mulai, mulai merangkak hingga mampu berlari, dari lobang hitam yang awalnya kosong ku hanya mampu menagis dalam tawa.