Terukir ku dalam batu
Kuat dan perkasa kala itu
Semuanya takluk dalam telunjuk ku
Itu, kala itu...
Dikenang ku dalam hati
Penyayang dan sabar disatu sisi
Luluh hati karna kata ku
Indah sangat kala itu...
Jumat, 16 Juli 2010
Kamis, 15 Juli 2010
Sajak Perpisahan
Harus ku akui, Kau berarti kawan
Mata ini tak mampu ku bohongi
Pentingnya arti Kau disini
Semua terasa sangat... dan sangat Kawan
Tak mampu ku berdusta, Kau bagian hidup ini
Begitu penting sangat, bahkan seakan tak penting ketika Kau tak melengkapi
Bagai piring para napi yang kosong makanan
Itu rasa, rasa yang ku rasa kawan
Mata ini tak mampu ku bohongi
Pentingnya arti Kau disini
Semua terasa sangat... dan sangat Kawan
Tak mampu ku berdusta, Kau bagian hidup ini
Begitu penting sangat, bahkan seakan tak penting ketika Kau tak melengkapi
Bagai piring para napi yang kosong makanan
Itu rasa, rasa yang ku rasa kawan
Dua Tiga
Dua ditambah tiga, lima
Awal dua digandengkan lima
Dua lima
Dua tiga awal mencapai dua lima
Dua tahun sebelum dua lima
Waktu berbenah
Tiga bulan lewat dua lima
Waktu persiapan
Awal dua digandengkan lima
Dua lima
Dua tiga awal mencapai dua lima
Dua tahun sebelum dua lima
Waktu berbenah
Tiga bulan lewat dua lima
Waktu persiapan
Sombong Kematian
Mengitari hari dari detik kedetik hingga menjadi tahun ke abad, semua hanya bersemayam dalam asa dibalik jendela kehampaan. Ribuan mil perjalanan dalam rahim, kini harus terulang bersaing dengan jutaan manusia yang haus akan pujian. Lelah, hidup cuma membuat semua persendian menjadi lelah dan lemah, tinggal menunggu waktu badan yang kokoh dibawah terik mentari tumbang dalam hitungan detik.
Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, "untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu". Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.
Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, "untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu". Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.
Rabu, 14 Juli 2010
Ku Ingin Bercerita Kawan
Batu membara, berdesis.... sistt
Teriak dan amukan, tak mampu lagi dipisahkan
Perjuangan, tak ku mengerti kawan, apa itu perjuangan
Hanya amarah, bukan AMARAH yang membara
Mereka yang duduk disudut hanya diam terkunci
Janji kawan, hanya itu...
Riak juga tak mampu robohkan kebodohan egonya
Eforia kehidupan jadi junjungan mata angin
Teriak dan amukan, tak mampu lagi dipisahkan
Perjuangan, tak ku mengerti kawan, apa itu perjuangan
Hanya amarah, bukan AMARAH yang membara
Mereka yang duduk disudut hanya diam terkunci
Janji kawan, hanya itu...
Riak juga tak mampu robohkan kebodohan egonya
Eforia kehidupan jadi junjungan mata angin
Asa Dibalik Jendela
Mengitari hari dari detik kedetik hingga menjadi tahun ke abad, semua hanya bersemayam dalam asa dibalik jendela kehampaan. Ribuan mil perjalanan dalam rahim, kini harus terulang bersaing dengan jutaan manusia yang haus akan pujian. Lelah, hidup cuma membuat semua persendian menjadi lelah dan lemah, tinggal menunggu waktu badan yang kokoh dibawah terik mentari tumbang dalam hitungan detik.
Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu. Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.
Kawan, hidup sudah kujalani, pesaing ku dalam rahim sang ibu yang juga menginginkan hidup ini pasti tahu yang kurasa kini. Kini mereka berkata, untung bukan aku yang jadi pemenang dari ribuan peserta maraton itu. Tak ada lagi kawan, tinggal asa yang tersisa kini.
Tungku Tak Berapi
Lelah...
Sangat lelah tubuh ini
Riang itu tak lagi menemani
Tergulai sudah rasa itu
Sangat letih, sungguh
Tak mampu ku ucapkan
Tetesan bening di ujung tlah merangkul keperkasaan
Hanya itu gambarannya
Sangat lelah tubuh ini
Riang itu tak lagi menemani
Tergulai sudah rasa itu
Sangat letih, sungguh
Tak mampu ku ucapkan
Tetesan bening di ujung tlah merangkul keperkasaan
Hanya itu gambarannya
Merah Itu Hitam
Merah itu telah hilang
Tengelam kedalam peraduan
Hitam pun telah datang
Menusuk hingga ketulang
Secercik harap yang kau beri
Tak pernah sirnah dari selimut ketakutan
Takkan lekam dari gulangan air yang menjulang
Menghempas tulang yang tak kokoh
Tengelam kedalam peraduan
Hitam pun telah datang
Menusuk hingga ketulang
Secercik harap yang kau beri
Tak pernah sirnah dari selimut ketakutan
Takkan lekam dari gulangan air yang menjulang
Menghempas tulang yang tak kokoh
Satu Akar
Dulu, dikampus hijau, dibawah pohon sukun kita berbagi bersama, cerita melambung keluar dari alam khayal yang membuat kita besar, kita bersama kita berdiri, satu rumpung akar yang mengakar, tak ada kisah sedih hanya bahagia dengan ketawa khas manusia yang sering "bermimpi" tentang bulan.
Berbaris berbaring diatas lempengan bambu yang berjajar rapuh, kita jelajahi alam yang hanya hari esok yang mampu menjawabnya, tertawa besar dengan cerita "si Anu" yang walau tak pernah lucu bahkan terkadang sedih kita jamah seakan birahi pun telah memuncak.
Berbaris berbaring diatas lempengan bambu yang berjajar rapuh, kita jelajahi alam yang hanya hari esok yang mampu menjawabnya, tertawa besar dengan cerita "si Anu" yang walau tak pernah lucu bahkan terkadang sedih kita jamah seakan birahi pun telah memuncak.
Tanpa Makna
Tiap detik dalam hidupku hanya mengurusi orang lain
Masalah orang jadi bahan yang menarik dalam kisahku
Tak ada waktu untuk bicara masalah diri ku
Hingga akhirnya kusadar
Butuh istirahat dari semua kepenakan
Tiap hari, pepatah arab selalu ku pegang
Anjing menggongong kafila berlalu
Ke egoisan tanpak mendarah daging dalam tubuh ku
Ku bercerita tanpa makna
Ku tak sadar ku butuh cerita tersendiri
Masalah orang jadi bahan yang menarik dalam kisahku
Tak ada waktu untuk bicara masalah diri ku
Hingga akhirnya kusadar
Butuh istirahat dari semua kepenakan
Tiap hari, pepatah arab selalu ku pegang
Anjing menggongong kafila berlalu
Ke egoisan tanpak mendarah daging dalam tubuh ku
Ku bercerita tanpa makna
Ku tak sadar ku butuh cerita tersendiri
Tentang Dia
Namanya bukan Dia
Dia juga punya nama
Tapi namanya tak seindah Dia-nya
Kadang tersenyum manis
Manis.... sekali
Kadang juga menagis sedu
Sesedu hati dibalik jilbabnya
Dia juga punya nama
Tapi namanya tak seindah Dia-nya
Kadang tersenyum manis
Manis.... sekali
Kadang juga menagis sedu
Sesedu hati dibalik jilbabnya
Dari Lorong Kosong
Jika ada yang bertanya, dari mana kamu berasal?
Hanya kata ini yang mampu ku ucap,
"Dari Lorong Kosong"
Yah, dari lorong kosong, hidup ini ku mulai, mulai merangkak hingga mampu berlari, dari lobang hitam yang awalnya kosong ku hanya mampu menagis dalam tawa.
Hanya kata ini yang mampu ku ucap,
"Dari Lorong Kosong"
Yah, dari lorong kosong, hidup ini ku mulai, mulai merangkak hingga mampu berlari, dari lobang hitam yang awalnya kosong ku hanya mampu menagis dalam tawa.
Langganan:
Postingan (Atom)